Minggu, 24 Maret 2013

Monolog Absurd

Saya sedang dilanda kebosanan yang amaaaat sangat...
Sudah jenuh dengankan segala rutinitas ini...
kantor...kuliah...kamar...kantor...kuliah...kamar...
Kerjaan yang stuck di situ-situu saja padahal memang saya-nya yang ga mau mengembangkan diri :p
atau kuliah yang makin kesini rasanya begitu-begitu saja...
Jauh dari orangtua, keluarga, dan kampung halaman...
Membuat saya berpikir kembali, apakah saya telah salah mengambil keputusan selama ini.
Dulu saya pikir dengan "suka" nya saya jalan/kemana saja, tak terlalu banyak memiliki kawan-kawan dekat saat kuliah merupakan bekal yang cukup saat ditempatkan tugas di luar Jawa *sombong berasa bisa hidup mandiri.
Ternyata salah...semua jadi terasa sulit saat jauh dari orangtua.
Jauh dari teman dan sahabat bukan masalah besar bagi saya yang emang dasarnya anti sosial.
Tapi jauh dari papah, mamah, adek, kakak, itu benar-benar jadi masalah besar saya selama dua tahun belakangan ini.
Tak bisa sesuka hati lagi untuk bisa berkumpul bahkan di hari Raya karena ada tanggung jawab tugas di sini.
Apakah saya salah pilih...
Apa saya menyesali pilihan saya ini...
Atau memang saya yang tak bisa bersyukur...futur akan segala nikmat-Nya...
Lalu..apa sih yang sebenarnya saya ingin untuk lakukan...
Lalu pencarian saya selama ini apa hasilnya... Emangnya kamu nyari apa sis...
Jdarr!!! oke saya memang tidak tahu apa yang saya cari. Selama ini saya mencoba banyak hal baru dengan maksud menemukan "sesuatu itu"... Tapi apa hasilnya...sampai  jengah dan bosan sendiri, lalu akhirnya nesu-nesu sendiri...sesek nafas...akhirnya nangis.

Terkadang saya benci dengan segala hal rumit yang yang ada di kepala dan hati ini. Kenapa saya tak bisa berpikir sederhana saja seperti yang lain. Gak neko-neko dalam menjalani hidup. Ikhlas... seperti kata bang Darwis nih :

  ”Daun yang jatuh tak pernah membenci angin, dia membiarkan dirinya jatuh begitu saja. Tak melawan, mengikhlaskan semuanya.

Bahwa hidup harus menerima, penerimaan yang indah. Bahwa hidup harus mengerti, pengertian yang benar. Bahwa hidup harus memahami, pemahaman yang tulus.

Tak peduli lewat apa penerimaan, pengertian, pemahaman itu datang. Tak masalah meski lewat kejadian yang sedih dan menyakitkan. Biarkan dia jatuh sebagaimana mestinya. Biarkan angin merengkuhnya, membawa pergi entah kemana.“

--Tere Liye, novel "Daun Yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin"

Tapi itu beraat jendraaal *tsaaaah*
Ah hentikan sudah monolog absurd ini.
Cuma satu yang saya ingin sekarang...
Kruntelan sama mamah, adek dan kakak di depan televisi, berebut posisi paling dekat mamah. Pengen diisik-isik ini punggung sama mamah.
Sementara papah sibuk dengan remote televisi dan raket nyamuknya ...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar